Sejak tahun 2018, Ida R Tampubolon telah memulai usaha bersama teman-teman SD-nya. “Kami membuat tas untuk oleh-oleh pariwisata Danau Toba dengan menggunakan kulit sintetis. Namun oleh karena berbagai hal, bisnis bersama ini terhenti,” kata wanita yang lahir pada 25 Mei 1973 ini. Nah, pada pertengahan tahun 2021 saat pandemi masih berlangsung, Ida berinisiatif untuk meneruskan cita-cita dengan kembali membuat karya untuk daerah tempat kelahirannya di Sumatera Utara.
“Saya mencoba membuat tas dengan mengangkat kain tradisional dan menjadikannya souvenir yang lebih trendi dan dapat dipakai oleh masyarakat luas juga wisatawan. Saya yakin bahwa kain tradisional ini sangat menarik dan kaya akan nilai budaya sehingga tidak boleh dilupakan. Bagaimana caranya supaya kain tenun ini bisa dipakai, tidak hanya dalam acara adat saja tetapi bisa dipakai dalam kegiataan sehari-hari. Itulah yang mendorong kami untuk membuat tas dengan mengaplikasikan kain tenun,” kisahnya tersenyum.

Untuk usahanya kali ini, Ida mengajak sang putri untuk mulai memikirkan desainnya. “Pada awalnya saya hanya membuat totebag. Terinpirasi dari Totebag merek terkenal. Saya ingin membuat totebag dengan nuansa Indonesia dengan harga yang terjangkau,” ujarnya.
Saat ini produk Li-Uli antara lain ransel, pouch, hampers, tempat Laptop, hingga tas travel. Harga mulai dari 75k-700k.
“Jika pada awalnya kami memutuskan untuk memakai tenun Toba saja, seiring berjalannya saya juga membuat tas dari tenun Baduy. Ini sebagai rasa tanggung jawab saya sebagai warga yang berdomisili di Banten,” tukasnya. Saat memulai usaha, modal awal tidak sampai Rp 1 juta.
“Jadi buat sampel dan tawarkan ke grup WhatsApp yang kita miliki. Awalnya yang membeli produk kita adalah teman-teman satu grup WhatsApp saja. Namun sebulan kemudian, kita menerima pesanan sampai 100 pieces dari salah satu bank. Dari sini tumbuh rasa percaya diri untuk terus meneruskan usaha ini. Apalagi teman-teman yang sudah memakai produk kami senang dan membeli lagi untuk diberikan sebagai oleh-oleh atau kado buat temannya juga,” cerita Ida bersemangat.
Seiring dengan usaha yang berkembang, Ida pun belajar promosi melalui Facebook dan Instagram. “Instagram mempertemukan saya dengan pembeli dari kota-kota lain. Penjualan saya mulai berkembang sampai ke luar daerah. Tidak jarang dari mereka yang melakukan pembelian berulang kali. Setelah melihat respon ini, akhirnya saya mulai memberanikan diri untuk membuka toko di Shopee,” terangnya.
Tak hanya itu, Ida pun bergabung dengan mengikuti komunitas UMKM di Tangerang Selatan yaitu ASIPA. ”Melalui komunitas ini saya banyak mendapat informasi-informasi bermanfaat juga pelatihan. Saya juga mendapat kesempatan untuk ikut pameran-pameran. Melalui jejaring ini produk saya bisa dipajang di beberapa hotel dan juga di empat Gramedia di Tangerang Selatan,” ujarnya.
Akhir tahun 2021, Ida juga mulai mengikuti inkubasi bisnis yang diadakan oleh WPC (Woman Preneur Community). “Saya belajar banyak hal tentang membangun usaha yang sehat dan memiliki daya saing. Dan banyak kegiatan pembelajaran lain yang saya ikuti. Terus terang ini sangat menyita waktu tetapi saya mau menjalaninya karena ingin maju dan lebih baik lagi,” katanya.
Kendala yang dialami Ida adalah ingin memperdayakan pengrajin di sekitar Danau Toba. Namun, sayangnya Ida berdomisili di BSD, Tangerang Selatan. “Harapan saya suatu saat bisa melatih orang-orang di sekitar daerah Toba dan memproduksi di sana,” ucapnya. Produk Li-Uli tidak hanya laku di Jabodetabek saja tapi sudah pernah dikirim ke Kalimantan, Bali dan Sumatera.
“Bahkan ada yang pesan untuk dibawa sebagai oleh-oleh ke Amerika dan Australia,” tuturnya. Saat ini omset sebulan sebesar Rp 5 juta. Menjalankan bisnis ini membuat Ida belajar banyak hal. “Saya harus belajar keras dan bekerja keras di usia yang tidak muda lagi. Juga berhubungan dengan orang-orang baru dengan berbagai karakter. Tidak mudah bagi saya untuk bisa mengikuti ritme orang-orang baru yang kadang tidak sesuai dengan ritme kerja kita. Misalnya saya belum memiliki tukang jahit sendiri, sehingga ketika ada pesanan penting tidak bisa memastikan kapan pesanan ini akan selesai karena saya bergantung kepada tukang jahit.
Namun belajar dari situasi ini, saya mulai menambah stok jahitan untuk mengantisipasi pesanan dadakan,” tukasnya. Harapan Ida ke depan, semakin banyak orang yang mencintai tenun Nusantara khusus tenun Toba dan Baduy. Bagi Ida, definisi sukses setiap orang itu berbeda-beda.
“Bagi saya sukses tidak bisa diukur dari materi yang kita miliki. Sukses yang saya pahami adalah ketika kita bisa bermanfaat bagi yang lain. Kita menikmati setiap proses pembentukan Tuhan melalui jatuh bangun dan akhirnya kita bisa memuliakan Tuhan melalui diri dan karya kita,” pungkasnya.[]