Mungkin masih banyak dari kita yang belum mengenal Kabupaten Teluk Bintuni. Sebuah daerah yang terletak di Provinsi Papua Barat dan memiliki luas wilayah Kabupaten mencapai 18.114 Km². Itu artinya Kabupaten Teluk Bintuni meliputi 13,02 % wilayah Provinsi Papua Barat.
Kabupaten Teluk Bintuni terdiri dari 24 kecamatan, 2 kelurahan, dan 115 desa. Pada tahun 2017, jumlah penduduknya tercatat sebanyak 28.978 jiwa dengan kepadatan penduduk 3 jiwa/km². Pada awal pembentukannya, Kabupaten ini terdiri dari 10 distrik. Teluk Bintuni adalah kabupaten yang berada di kawasan kepala burung, Pulau Papua. Kabupaten ini berada di dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 0-100 meter di atas permukaan laut.
Daerah ini berhasil mencatatkan angka produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita tertinggi di Indonesia. Nominalnya bahkan mengalahkan semua kabupaten yang ada di Pulau Jawa. Parameter kabupaten terkaya berdasarkan data terbaru yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018. Tingkat kemakmuran kota atau kabupaten diukur lewat indikator pendapatan per kapita, yang dihitung dari produk domestik regional bruto (PDRB) dibagi jumlah penduduk.
Dari parameter itu, Teluk Bintuni menjadi kabupaten paling makmur di Tanah Air. Kabupaten ini memiliki pendapatan per kapita Rp457,55 juta/tahun, selisih cukup jauh dengan Kabupaten Anambas (Rp401,86 juta) yang ada di posisi kedua.
Potensi Hutan Mangrove
Teluk Bintuni memiliki kawasan mangrove yang merupakan cagar alam terbesar setelah Arizona di Brasil. Bahkan, mangrove Bintuni ditetapkan menjadi tempat tumbuh bakau terbaik di dunia setelah Raja Ampat. Pada tahun 1980 hutan mangrove di Kabupaten Teluk Bintuni diusulkan oleh World Wild Foundation (WWF) untuk masuk dalam cagar alam. Usulan ini kemudian ditindaklanjuti oleh Konservasi Internaional (CI), untuk pengembangan cagar alam, Teluk Bintuni masuk dalam kawasan strategis nasional, setelah Raja Ampat.
Dalam pengembangan cagar alam, daerah ini masuk dalam kawasan strategis sesuai Undang-Undang Tentang Penataan Ruang yaitu Undang-Undang Nomor 26/2007. Dengan ditingkatkan pembangunan berbasis konservasi, sebab mangrove penting bagi perdagangan karbon. Sebanyak 1,4 hektare dari luas hutan mangrove di Bintuni dikembangkan menjadi kawasan ekowisata.
Ada tiga biota mangrove yang menjadi tumpuan masyarakat sekitar yaitu Udang Jerbung (Penaeidae), kepiting bakau (Geryonidae) dan kakap (Scianidae). Ketiga biota ini memberikan kontribusi besar bagi nilai ekspor produk perikanan di Teluk Bintuni.
Melihat potensi hutan mangrove yang demikian besar, mendorong Pemkab untuk menjadikan Teluk Bintuni sebagai daerah produsen olahan seafood dari timur Indonesia karena kerupuk, kepiting, udang dan ikan Teluk Bintuni dapat menjadi komoditas andalan. Dalam setahun, Teluk Bintuni mampu menyuplai hingga 2 juta ton udang dan kepiting ke Jakarta serta mampu mengekspor ke beberapa negara, seperti Malaysia, Singapura, China, dan Jepang.
Pemkab Teluk Bintuni saat ini terus mendorong masyarakat dan juga pelaku UMKM di Teluk Bintuni untuk mengembangkan produk-produk perikanan ini menjadi processed food atau produk makanan olahan. Sehingga nantinya Kabupaten ini dikenal sebagai daerah produsen olahan Seafood di Indonesia.
Geliat perekonomian daerah Teluk Bintuni bisa digairahkan melalui industri-industri rumahan ini, tentunya dengan jalur distribusi dan pemasaran yang diintervensi oleh pemerintah daerah, niscaya kerupuk kepiting, udang dan ikan Teluk Bintuni bisa menjadi produk yang diminati nasional dan internasional.
Dengan hadirnya industri-industri pengolahan makanan sebagaimana yang dimaksud, selain merambah pemberdayaan masyarakat untuk ikut aktif sebagai pengelola, hal ini bisa menjadi nilai ekonomi yang mendukung Teluk Bintuni sebagai Kawasan Industri Khusus.
Ekowisata
Pemanfaatan mangrove di Teluk Bintuni juga bisa merambah ke ekowisata. Karena banyak orang-orang yang senang untuk mengeluarkan uang hanya untuk perjalanan mengitari sungai, melihat tegakkan mangrove, memasuki celah-celah vegetasi mangrove. Kemudian mancing atau melakukan tracking atau hanya berjalan melihat-lihat mangrove.
Sembari menikmati hamparan pohon mangrove, para turis bisa melakukan kegiatan seperti birdwatching hingga mengamati kehidupan masyarakat tradisional di sekitar vegetasi mangrove. Ini merupakan kegiatan yang dapat ditawarkan melalui paket ekowisata mangrove.[]