Kerajinan tangan bisa menjadi peluang bisnis yang menjanjikan. Apalagi melihat prospek produksi kerajinan tangan di Indonesia yang memiliki ciri khas tersendiri. Kamu pernah mendengar tas tangan merek Robita? Tas Robita yang begitu populer di Jepang ini bahkan kabarnya menjadi idaman oleh semua kalangan sosialita di negara sakura itu. Orang yang berada di balik ‘dapur’ tas handmade merek Robita ini adalah Sunny Kamengmau, pemuda asal Nusa Tenggara Timur (NTT).
Siapa sangka pemuda yang tidak pernah lulus SMA itu akhirnya menjadi pengusaha sukses yang dapat menginspirasi siapa pun yang mendengar kisahnya. Sunny mengawali bisnisnya dengan modal nekat. Setelah meninggalkan kampung halamannya dan pergi ke Bali, ia bekerja sebagai tukang sapu di sebuah hotel. Selang beberapa lama ia pun diangkat menjadi satpam karena dianggap memiliki etos kerja yang bagus. Selama itu, ia juga memanfaatkan waktunya untuk belajar bahasa Inggris dan bahasa Jepang. Gaji pertamanya ia sisihkan untuk membeli kamus dua bahasa asing tersebut dan mempelajarinya dengan tekun.
Awal Merintis
Keberuntungan mungkin memang berada di pihaknya sejak awal ia dipekerjakan di hotel tersebut, karena di sana ia berkenalan dengan seorang wisatawan asal Jepang yang merupakan pemilik perusahaan Real Point Inc. pada tahun 1995, yaitu Noboyuki Kakizaki. Ide bisnis tas kulit ini bermula dari pengamatan terhadap orang Jepang yang sangat menyukai produk handmade. Kemudian Noboyuki inipun memintanya untuk memasok tas kulit ke negaranya.
Namun, ternyata ekspektasi tidak sesuai dengan kenyataan. Minimnya pengalaman dalam memproduksi tas ternyata tidak memuaskan Noboyuki dan rekan Jepang lainnya.
Tanpa merasa putus asa, Sunny terus berusaha menghasilkan sampel tas yang berkualitas. Ia memulainya dengan bekerja bersama seorang staf yang membantunya sebagai penjahit dan pembuat tas.
Butuh waktu enam bulan untuk dapat menghasilkan satu sampel yang bahkan tidak langsung mendapatkan respon baik dari sahabatnya. Berkali-kali ia dan stafnya terus membuat sampel. Tekad Sunny sudah kuat, sebanyak apapun kegagalan dan keputusasaan yang dirasakan, ia terus membuat sampel tas.
Berkat ketekunan dan juga kepercayaan dari sahabanya, akhirnya tas buatan Sunny mulai membaik dan mendapatkan respon positif. Perlahan produksi tas kulit handmade ini mulai diproduksi. Meski sempat terseok untuk beberapa lama, bahkan hampir kehilangan semua penjahit tas yang bekerja untuknya, Sunny perlahan bisa bangkit dan bisnis tasnya itupun kian diperkokoh hingga mampu memiliki 100 orang karyawan.
Perkembangan Usaha
Pada awal produksi tas Robita, tidak banyak calon konsumen yang ingin memesan produk tersebut. Pemesanan pertama kali berasal dari Jepang dan hanya belasan yang dijual dengan omzet sebulan yang tidak menentu. Tapi Sunny tidak menyerah. Dia dan Nobuyuki terus berusaha membesarkan Robita. Hingga tahun 2007, perusahaan ini berkembang pesat. Tas Robita bahkan diproduksi 5.000 lembar per bulan.
Bagaimanapun, bisnis Tas Robita juga sempat menurun. Pada saat ini pengrajin lokal telah berkurang. Dampaknya target produksi tidak tercapai. Dalam satu bulan, tas Robita berkurang menjadi 3500 buah per bulan. Namun mental bisnis Sunny memang sudah tertempa dengan baik. Sunny tetap tegar menghadapi masa-masa sulit itu. Ia tetap berusaha mempertahankan Tas Robita.
Keberhasilannya di negeri tetangga tak lantas membuatnya merasa puas. Sunny Kamengmau ingin merambah pasar di Tanah Air dengan mulai memperkenalkan produk Tas Robita melalui butik yang ia dirikan di Seminyak, Bali. Ia sangat optimis dengan produk Tas Robita hasil dari kerja samanya dengan almarhum Nobuyuki Kakizaki, sahabatnya.
Dengan menguras setidaknya 100 juta rupiah, ia membangun interior seluas 30 meter persegi demi memperkenalkan butik Tas Robita di Seminyak, Bali. Rencananya, setelah keberhasilan yang akan ia capai di Bali, Sunny Kamengmau ingin merambah pasar di Ibu Kota. Ia sangat yakin bahwa Jakarta akan menjadi target pasarnya kemudian.[]dari berbagai sumber